Mengenang Selebrasi Gol di awal abad ke 20

Salah satu hal yang paling menarik dalam menyaksikan pertandingan sepakbola adalah menunggu terjadinya gol. Gol seakan-akan menjadi klimaks dari alotnya suatu pertandingan. Gol juga menjadi sebuah pencapaian dari apa yang sudah dikerjakan di atas lapangan. Dan berbicara soal gol atau keberhasilan dari suatu pencapaian maka terkadang kita merayakan keberhasilan tersebut dengan melakukan selebrasi.

Berbicara soal selebrasi maka kita pasti mengingat selebrasi-selebrasi ikonik layaknya Marco Tardelli pada final piala dunia 1982, parade bulu dada ala Ryan Giggs, atau aksi gelandang Newcastle United Temuri Ketsbaia yang menendang papan board setelah mencetak gol. Namun pernahkan anda melihat selebrasi-selebrasi ikonik yang terjadi pada tahun 1900an atau awal dari abad ke 20?

Pada era tersebut tidak ada yang namanya tinju ke udara, meluncur di atas lapangan atau bahkan melakukan salto layaknya Luis Nani. Pada era tersebut merayakan gol dengan selebrasi dianggap melecehkan tim lawan. Sehingga pada era tersebut selebrasi sehabis mencetak gol hanyalah dengan berjabat tangan dengan rekan satu tim

Selebrasi gol pertama yang terekam oleh kamera dikatakan terjadi ketika Newcastle United bertanding melawan Everton pada 1902. Saat itu pemain The Magpies (julukan Newcastle) Willie Stewart mencetak gol dan melakukan selebrasi dengan berjalan mundur ke garis tengah sambil berjabat tangan dengan rekan setimnya dan beberapa tepukan di punggung.

Meskipun jabat tangan ataupun tepukan di punggung merupakan selebrasi yang terbilang biasa-biasa saja dan tidak terlihat unsur artistik dari suatu perayaan, namun tetap saja banyak yang menolak selebrasi tersebut. Seperti dikutip dari Four-four two pada tahun 1920an seorang pendeta bernama E.L Cochrane mengatakan bahwa dirinya menginginkan perayaan tidak lebih dari jabat tangan yang terbilang konyol dan tak bermartabat. Dia bahkan menginginkan seorang pria yang mencetak gol mendapat ciuman dari rekan setim.

Mendengar pernyataan tersebut, klub Inggris West Bromwich Albion memutuskan untuk melarang penggunaan selebrasi jabat tangan. Presiden klub saat itu Billy Basset mengatakan bahwa harus ada sesuatu yang lebih dari sekadar perayaan jabat tangan. hal itu dikarenakan karena gol adalah hasil dari kerjasama dari seluruh tim.

Meskipun begitu, penggunaan selebrasi jabat tangan tidak sepenuhnya hilang karena Tottenham Hotspur saat itu masih menggunakan selebrasi tersebut atas perintah sang manager Peter McWilliam. Peter mengatakan bahwa dengan berjabat tangan maka hubungan di dalam tim maka akan terus berjalan baik.

Dikarenakan pertaruhan dalam suatu pertandingan olahraga semakin tinggi dan arti sebuah gol pun dianggap semakin penting, maka selebrasi gol dengan berjabat tangan sedikit demi sedikit mulai digantikan dengan selebrasi yang lebih artistik dan bergairah.

Perayaan para pemain Uruguay setelah menjuarai piala dunia 1930 (FIFA.com)

Piala dunia 1930 dikatakan sebagai evolusi dari perayaan sebuah gol. Para pemain-pemain Uruguay merayakan gol dengan cara melompat tinggi-tinggi sambil melemparkan tangan ke udara saat pertandingan final melawan Argentina. Pada final Piala FA 1931 pun terlihat para pemain West Brom merayakan dengan saling berpelukan satu sama lain dan melompat-lompat.

Selepas Piala Dunia 1930 dan Piala FA 1931 itulah maka selebrasi gol ke depannya semakin menonjol dan berkembang. Dari meregangkan tangan ke atas, lalu berseluncur di atas rumput, hingga selebrasi-selebrasi yang muncul pada dekade sekarang ini macam selfie, meninju bendera sepak pojok, goyang gergaji ala M.Fakhrudin, hingga yang lagi ngehits beberapa minggu belakangan ini yaitu Dab.

Sumber : Fourfourtwo
Sumber Gambar : Fifa.com, socratisk.wordpress.com